Kanjeng Nabi Khidir berhenti
sejenak, lalu berkata “matahari berbeda dengan bulan, perbedaannya terdapat
pada cahaya yang dipancarkannya. Sudahkah hidayah iman terasa dalam dirimu?
Tauhid adalah pengetahuan penting untuk menyembah pada Allah, juga makrifat
harus kita miliki untuk mengetahui kejelasan yang terlihat, ya ru’yat (melihat
dengan mata telanjang) sebagai saksi adanya yang terlihat dengan nyata. Maka
dari itu kita dalami sifat dari Allah, sifat Allah yang sesungguhnya, Yang
Asli, asli dari Allah. Sesungguhnya Allah itu, allah yang hidup. Segala
afalnya (perbuatanya) adalah bersal dari Allah. Itulah yang demaksud dengan
ru’yati. Kalau hidupmu senantiasa kamu gunakan ru’yat, maka itu namanya khairat
(kebajikan hidup). Makrifat itu hanya ada di dunia. Jauhar awal khairat
(mutiara awal kebajikan hidup), sudah berhasil kau dapatkan. Untuk itu secara
tidak langsung sudah kamu sudah mendapatkan pengawasan kamil (penglihatan yang
sempurna). Insan Kamil (manusia yang sempurna) berasal dari Dzatullah
(Dzatnya Allah). Sesungguhnya ketentuan ghaib yang tersurat, adalah kehendak
Dzat yang sebenarnya. Sifat Allah berasal dari Dzat Allah. Dinamakan Insan
Kamil kalau mengetahui keberadaan Allah itu. Bilamana tidak tertulis
namamu, di dalam nuked ghaib insan kamil, itu bukan berarti tidak
tersurat. Ya, itulah yang dinamakan puji budi (usaha yang terpuji). Berusaha
memperbaiki hidup, akan menjadikan kehidupan nyawamu semakin baik. Serta
badannya, akan disebut badan Muhammad, yang mendapat kesempurnaan hidup”.
Syekh Malaya berkata lemah lembut,
“mengapa sampai ada orang mati yang dimasukkan neraka? Mohon penjelasan yang
sebenarnya”.
Kanjeng Nabi Khidir berkata dengan
tersemyum manis, “Wahai Malaya! Maksudnya begini. Neraka jasmani juga berada di
dalam dirimu sendiri, dan yang diperuntukkan bagi siapa saya yang belum
mengenal dan meniru laku Nabiyullah. Hanya ruh yang tidak mati. Hidupnya ruh
jasmani itu sama dengan sifat hewan, maka akan dimasukkan ke dalam neraka. Juga
yang mengikuti bujuk rayu iblis, atau yang mengikuti nafsu yang merajalela
seenaknya tanpa terkendali, tidak mengikuti petunjuk Gusti Allah SWT.
Mengandalkan ilmu saja, tanpa memperdulikan sesama manusia keturunan Nabi Adam,
itu disebut iman tadlot. Ketahuilah bahwa umat manusia itu termasuk badan
jasmanimu. Pengetahuan tanpa guru itu, ibarat orang menyembah tanpa mengetahui
yang disembah. Dapat menjadi kafir tanpa diketahui, karena yang disembah kayu
dan batu, tidak mengerti apa hukumnya, itulah kafir yang bakal masuk neraka
jahanam.
Adapun yang dimaksudkan Rud Idhafi
adalah sesuatu yang kelak tetap kekal sampai akhir nanti kiamat dan tetap
berbentuk ruh yang berasal dari ruh Allah. Yang dimaksud dengan cahaya adalah
yang memancar terang serta tidak berwarna, yang senantiasa meserangi hati penuh
kewaspadaan yang selalu mawas diri atau introspeksi mencari kekurangan diri
sendiri serta mempersiapkan akhir kematian nanti. Merasa sebagai anak Adam yang
harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan. Ruh Idhafi seudah ada sebelum
tercipta. Syirik itu dapat terjadi, tergantung saat menerima sesuatu yang ada,
itulah yang disebut Jauhar Ning. keenamnya jauhar awal. Jauhar awal
adalah mutiara ibaratnya. Mutiara yang indah penghias raga agra nampak menarik.
Mutiara akan tampak indah menawan. Bermula dari ibarat ketujuh, dikala
mendengarkan sabda Allah, maka Ruh Idhafi akan menyesuaikan, yang terdapat di
dalam Dzat Allah Yang Mutlak. Ruh serba psrah kepada Dzatullah, itullah yang
dimaksudkan Ruh Idhafi. Jauhar awal itu pula, yang menimbulkan Shalat Daim.
Shalat Daim tidak perlu mengunakan air wudhu, untuk membersihkan khadas tidak
disyaratkan. Itulah shalat batin yang sebenarnya, diperbolehkan makan tidur
syahwat maupun buang kotoran. Demikianlah tadi cara shalat Daim. Perbuatan itu
termasuk hal terpuji, yang sekaligus merupakan perwujudan syukur kepada Allah.
Jauhar tadi bersatu padu menghilangkan sesuatu yang menutupi atau mempersulit
mengetahui keberadaan Allah Yang Terpilih. Adanya itu menujukkan adanya Allah,
yang mustahil kalau tidak berwujud sebelumnya.
Kehidupan itu seperti layar dengan
wayangnya, sedang wayang itu tidak tahu warna dirinya. Akibat junub sudah
bersatu erat tetap bersih badan jisimmu. Adapun Muhammad badan Allah. Nama
Muhammad tidak pernah pisah dengan nama Allah. Bukakah hidayah itu perlu
diyakini? Sebagai pengganti Allah? Dapat pula disebut utusan Allah. Nabi
Muhammad juga termasuk badan mukmin atau orang yang beriman. Ruh mukmin identik
pula dengan Ruh Idhafi dalam keyakinanmu. Disebut iman maksum, kalau sudah
mendapat ketetapan sebagai panutan jati. Bukankah demikian itu pengetahuanmu?
Kalau tidak hidup begitu, berarti itu sama dengan hewan yang tidak tahu adanya
sesuatu di masa yang telah lewat. Kelak, karena tidak mengetahui ke-Islaman,
maka matinya tersesat, kufur serta kafir badannya. Namun bagi yang telah
mendapatkan pelajaran ini, segala permasalahan dipahamilebih seksama baru
dikerjakan, Allah itu tidak berjumlah tiga. Yang menjadi suri tauladan adalah
Nabi Muhammad. Bukankah sebenarnya orang kufur itu, mengingkari empat masalah
prinsip. Di antaranya bingung karena tiada pedoman manusia yang dapat
diteladani. Kekafiran mendekatkan pada kufur kafir. Fakhir dekat dengan kafir.
Sebabnya karena kafir itu, buta dan tuli tidak mengerti tentang surga dan
neraka. Fakhir tidak akan mendekatkan pada Tuhan. Tidak mungkin terwujud
pendekatan ini, tidak menyembah dan memuji, karena kekafirannya. Seperti itulah
kalau fakhir terhadap Dzatullah. Dan sesungguhnya Gusti Allah, mematikan
kefakhiran manusia, kepastianny ada di tanga Allah semata-mata. Adapun wujud
Dzatullah itu, tidak ada stu makhluk pun yang mengetahui kecuali Allah sendiri.
Ruh Idhafi menimbulkan iman. Ruh Idhafi berasal dari Allah Yang Maha Esa,
itulah yang disebut iman tauhid. Meyakini adanya Allah juga adanya Muhammad
sebagai Rasulullah. Tauhid hidayah yang sudah ada padamu, menyatu dengan Tuhan
Yang Terpilih. Menyatu dengan Gusti Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Dan
kamu harus menyatu bahwa Gusti Allah itu ada dalam dirimu. Ruh Idhafi ada di
dalam dirimu. Makrifat itu sebutannya. Hidupnya disebut Syahadat, hidup tunggal
didalam hidup. Sujud rukuk sebagai penghiasnya. Rukuk berarti dekat dengan
Tuhan Pilihan. Penderitaan yang selalu menyertai menjelang ajal tidak akan
terjadi padamu, jangan takut menghadapi sakaratil maut. Jangan ikut-ikutan
takut menjelang pertemuanmu dengan Allah. Perasaan takut itulah yang disebut
dengan sekarat.
Ruh Idhafi tidak akan mati. Hidup
mati, mati hidup. Akuilah sedalam-dalamnya bahwa keberadaanmu itu, terjadi
karena Allah itu hidup dan menghidupi dirimu, dan menghidupi segala yang hidup.
Sastra Alif (huruf alif) harus dimintakan penjelasannya pada guru. Jabar
jer-nya pun harus berani susah payah mendalaminya. Terlebih lagi poengetahuan
tentang kafir dan syirik! Sesungguhnya semua itu, tidak dapat dijelaskan dengan
tepat maksud sesungguhnya. Orang yang menjelaskan syariat itu berarti sudah
mendapatkan anugrah sifat Gusti Allah. Sebagai sarana pengabdian hamba kepada
Gusti Allah. Yang menjalankan shalat sesungguhnya raga. Raga yang shalat itu
terdorong oleh adanya iman yang hidup pada diri orang yang menjalankannya.
Seandainya nyawa tidak hidup, maka Lam Tamsyur (maka tidak akan menolong) semua
perbuatan yang dijalankan. Secara yang tersurat, shalat itu adalah perbuatan
dan kehendak orang yang menjalankan, namun sebenarnya Allah-lah yang
berkehendak atas hambanya. Itulah hakikat dari Tuhan penciptanya. Ruh Idhafi
berada di tangan orang mukmin. Semua ruh berada di tangan-Nya. Yaitu terdapat
pada Ruh Idhafi. Ruh Idhafi adalah sifat jamal (sifat yang bagus atau indah)
keindahan yang berasal Dzatullah. Ruh Idhafi nama sebuah tingkatan (maqom),
yang tersimpan pada diri utusan Allah (Rasulullah). Syarat jisim lathif (jasad
halus0 itu, harus tetap hidup dan tidak boleh mati.
Cahayanya berasal dari ruh itu,
yang terus menerus meliputi jasad. Yang mengisayaratkan sifat jalal (sifat yang
perkasa) dan sekaligus mengisyaratkat adanya sifat jamal (sifat keindahan).
Jauhar awal mayit (mutiara awal kematian) itu, memberi isyarat hilangnya diri
ini. Setelah semua menemui kematian di dunia, maka akan berganti hidup di
akherat. Kurang lebih tiga hari perubahan hidup itu pasti terjadi. Asal mula
manusia terlahir, dari adanya Ayah, Ibu serta Tuhan Yang Maha Pencipta. Satu
kelahiran berasal dari tiga asal lahir. Ya, itulah isyarat dari tiga hari.
Setelah dititipkan selama tujuh hari, maka dikembalikan kepada yang meninipkan
(yang memberi amanat). Titipan itu harus seperti sedia kala. Bukankah tauhid
itu sebagai srana untuk makrifat? Titipan yang ketiga puluh hari, itu juga
termasuk juga titipan, yang ada hanya kemiripan dengan yang tujuh hari.
Kalau menangis mengeluarkan air mata karena menyesali sewaktu masih hidup.
Seperti teringat semasa kehidupan itu berasal dari Nur. Yang mana cahayanya
mewujudkan dirimu. Hal itulah yang menimbulkan kesedihan dan penyesalan yang
berkepanjangan. Tak terkecuali siapun yang merasakan itu semua, sebagaimana
kamu mati, saya merasa kehilangan.
Mati atau hilang bertepatan hari
kematian yang keempat puluh hari. Bagaimanakah yang lebih tepat untuk
melukiskan persamaan sesama makhluk hidup secara keseluruhannya? Allah dan
Muhammad semuannya berjumlah satu. Seratuspun dapat dilukiskan seperti satu
bentuk, seperti diibaratkan dengan adanya cahaya yang bersember dari cahaya
Muhammad yang sesungguhnya. Sama hal pada saat kamu memohon sesuatu. Ruh jasad
hilang di dalamnya, kehadirat Tuhan Yang Maha Pemberi. Tepat pada hari
keseribu, tidak ada yang tertinggal. Kembalinya pada allah sudah dalam keaadaan
yang sempurna. Sempurna seperti mula pertama dalam keadaan yang sempurna.
Sempurna seperti mula pertama diciptakan”.
Syekh Malaya terang hatinya,
mendengarkan pelajaran yang baru diterima dari gurunya Syekh Mahyuningrat
Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya senang hatinya sehingga beliu belum mau
keluar dari dalam tubuh Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya menghaturkan sembah,
sambil berkata manis seperti gula madu. “Kalau begitu hamba tidak mau keluar
dari raga dalam tuan. Lebih nyaman di sini saja yang bebas dari sengsara derita,
tiada selera makan tidur, tidak merasa ngantuk dan lapar, tidak harus bersusah
payah dan bebas dari rasa pegal dan nyeri. Yang terasa hanyalah rasa nikmat dan
manfaat”. Kanjeng Nabi Khidir memperingatkan, “yang demikian tidak boleh kalau
tanpa kematian”.
Kanjeng Nabi Khidir semakin iba
kepada pemohon yang meruntuhkan hatinya. Kata Kanjeng nabi Khidir, “kalau
begitu yang awas sajalah terhadap hambatan upaya. Jangan sampai kau kembali.
Memohonlah yang benar dan waspada. Anggaplah kalau sudah kau kuasai, jangan
hanya digunakan dengan dasar bila ingat saja, karena hal itu sebagai rahasia
Allah. Tidak diperkenankan mengobrol kepada sesama manusia, kalau tanpa
seizin-Nya! Sekiranya akan ada yang mempersolakan, memperbincangkan masalah
ini! Jangan sampai terlanjur! Jangan sampai membanggakan diri! Jangan peduli
terhadap gangguan, cobaan hidup! Tapi justru terimalah dengan sabar! Cobaan
hidup yang menuju kematian, ditimbulkan akibat buah pikir. Bentuk yang
sebenarnya ialah tersimpan rapat di dalam jagadmu! Hidup tanpa ada yang
menghidupi kecuali Allah saja. Tiada antara lamanya tentang adanya itu.
Bukankah sudah berada di tubuh? Sungguh, bersama lainnya selalu ada dengan kau!
Tak mungkin terpisahkan! Kemudian tidak pernah memberitahunakan darimana
asalnya dulu. Yang menyatu dalam gerak perputaran bawana. Bukankah berita
sebenarnya sudah ada padamu? Cara mendengarnya adalah denga ruh sejati, tidak
menggunakan telinga. Cara melatihnya, juga tanpa dengan mata. Adpun
telingannya, matanya yang diberikan oleh allah. Ada padamu itu. Secara batinnya
ada pada sukma itu sendiri. Memang demikianlah penerapannya. Ibarat seperti
batang pohon yang dibakar, pasti ada asap apinya, menyatu dengan batang
pohonnya. Ibarat air dengan alunnya. Seperti minyak dengan susu, tubuhnya dikuasai
gerak dan kata hati. Demikian pun dengan Hyang Sukma, sekiranya kita mengetahui
wajah hamba Tuhan dan sukma yang kita kehendaki ada, diberitahu akan tempatnya
seperti wayang ragamu itu. Karena datanglah segala gerak wayang. Sedangkan
panggungnya jagd. Bentuk wayang adalah sebagai bentuk badan atau raga. Bergerak
bila digerakkan. Segala-galanya tanpa kelihatan jelas, perbuatan dengan ucapan.
Yang berhak menentukan semuanya, tidak tampak wajahnya. Kehendak justru tanpa
wujud dalam bentuknya. Karena sudah ada pada dirimu. Permisalan yang jelas
ketika berhias.
Yang berkaca itu Hyang Sukma,
adapun bayangan dalam kaca itu ialah dia yang bernama manusia sesungguhnya,
terbentuk di dalam kaca. Lebih besar lagi pengetahuan tentang kematian ini
dibandingkan dengan kesirnaan jagad raya, karena lebih lembutseperti lembunya
air. Bukankah lebih lembut kematian manusia ini? Artinya lembut kesirnaan
manusia? Artinya lebih dari, karena menentukan segalanya. Sekali lagi artinya
lembut ialah sangat kecilnya. Dapat mengenai yang kasar dan yang kecil.
Mencakup semua yang merangkak, melata tiada bedanya, benar-benar serba lebih.
Lebih pula dalam menerima perintah dan tidak boleh mengandalkan pada ajaran dan
pengetahuan. Karena itu bersungguh-sungguhlah menguasainya. Pahamilah liku-liku
solah tingkah kehidupan manusia! Ajaran itu sebagai ibarat benih sedangkan yang
diajari ibarat lahan.
Misal kacang dan kedelai. Yang
disebar di atas batu. Kalau batunya tanpa tanah pada saat kehujanan dan
kepanasan, pasti tidak tidak akan tumbuh. Tapi bila kau bijaksana, melihatmu
musnahkanlah pada matamu! Jadikanlah penglihatanmu sukma dan rasa. Demikian
pula wujudmu, suaramu. Serahkan kembali kepada yang Empunya suara! Justru kau
hanya mengakui saja sebagai pemiliknya. Sebenarnya hanya mengatasnamai saja.
Maka dari itu kau jangan memiliki kebiasaan yang menyimpang, kecuali hanya
kepada Hyang Agung. Dengan demikian kau Hangraga Sukma. Yaitu kata hatimu sudah
bulat menyatu dengan kawula Gusti. Bicarakanlah manurut pendapatmu! Bila
pendapatmu benar-benar meyakinkan, bila masih merasakan sakit dan was-was,
berarti kejangkitan bimbang yang sebenarnya. Bila sudah menyatu dalam satu
wujud. Apa kata hatimu dan apa yang kau rasakan. Apa yang kau pikir terwujud
ada. Yang kau cita-citakan tercapai. Berarti sudah benar untukmu. Sebagai upah
atas kesanggupanmu sebagai khalifah di dunia. Bila sudah memahami dan menguasai
amalan dan ilmu ini, hendaknya semakin cermat dan teliti atas berbagai masalah.
Masalah itu satu tempat dengan
pengaruhnya. Sebagai ibaratnya sekejap pun tak boleh lupa. Lahiriah kau
landasilah dengan pengetahuan empat hal. Semuanya tanggapilah secara sama.
Sedangkan kelimanya adalah dapat tersimpan dengan baik, berguna dimana saja!
Artinya mati di dalam hidup. Atau sama dengan hidup di dalam mati. Ialah hidup
abadi. Yang mati itu nafsunya. Lahiriah badan yang menjalani mati. Tertimpa
pada jasad yang sebenarnya. Kenyataannya satu wujud. Raga sukma, sukma muksa.
Jelasnya mengalami kematian! Syekh Malaya, terimalah hal ini sebagai ajaranku
dengan senang hatimu! Anugrah berupa wahyu akan datang kepadamu. Seperti bulan
yang diterangi cahaya temaram. Bukankah turnya wahyu meninggalkan kotoran?
Bersih bening, hilang kotorannya”.
Kemudian Kanjeng Nabi Khidir
berkata dengan lembut dan tersenyum. “Tak ada yang dituju, semua sudah tercakup
haknya. Tidak ada yang diharapkan dengan keprawiraan, kesaktian semuanya sudah
berlalu. Toh semuanya itu alat peperangan”. Habislah sudah wejangan Kanjeng
Nabi Khidir. Syekh Malaya merasa sungkan sekali di dalam hati. Mawas diri ke
dalam dirinya sendiri. Kehendak hati rasanya sudah mendapat petunjuk yang
cukup. Rasa batinya menjelajah jagad raya tanpa sayap. Keseluruh jagad raya,
jasadnya sudah terkendali. Menguasai hakekat semua ilmu. Misalnya bunga yang
masih lam kuncup, sekarang sudah mekar berkembang dan baunya semerbak mewangi.
Karena sudah mendapat san Pancaretna, kemudian Sunan Kalijaga disuruh kelura
dari raga Kanjeng Nabi Khidir kembali ke alamnya semula”.
Lalu Kanjeng Nabi Khidir berkata,
“He, Malaya. Kau sudah diterima Hyang Sukma. Berhasil menyebarkan aroma Kasturi
yang sebenarnya. Dan rasa yang memanaskan hatimu pun lenyap. Sudah menjelajahi
seluruh permukaan bumi. Artinya godaan hati ialah rasa qonaah yang semakin
dimantapkan. Ibarat memakai pakaian sutra yang indah. Selalu mawas diri. Semua
tingkah laku yang halus. Diserapkan kedalam jiwa, dirawat seperti emas. Dihiasi
dengan keselamatan, dan dipajang seperti permata, agar mengetahui akan kemauan
berbagai tingkah laku manusia. Perhaluslah budi pekermu atau akhlak ini! Warna
hati kita yang sedang mekar baik, sering dinamakan Kasturi Jati. Sebagai
pertanda bahwa kita tidak mudah goyah, terhadap gerak-gerik, sikap hati yang
ingin menggapai sesuatu tanpa ilmu, ingin mendalami tentang ruh itu justru
keliru. Lagi pula secara penataan, kita itu ibaratnya busana yang dipakai
sebagai kerudung. Sedangkan yang ikat kepala sebagai sarungmu. Kemudian
terlibat ingatan ketika dulu. Ibarat mendalami mati ketika berada di dalam
rongga ragaku.
Tampak oleh Sunan Kalijaga cahaya.
Yang warnanya merah dan kuning itu, sebagai hambatan yang menghadang agar gagal
usaha atauu ikhtiar atau cita-citanya. Dan yang putih di tengah itulah yang
sebenarnya harus diikuti. Kelimanya harus tetap diwaspadai. Kuasailah seketika
jangan sampai lupa! Bisa dipercaya sifatnya. Berkat kesediaanku berbuat sebagai
penyekat. Untuk alat pembebas sifat berbangga diri. Yang selalu didambakan
siang dan malam. Bukankah aku banyak sekali melekat atau mengetahui caranya
pemuka agama yang ternyata salah dalam penafsiran. Dan penyampaian
keterangannya? Anggapannya sudah benar. Tak tahunya malah mematikan pengertian
yang benar. Akibatnya terperosok dalam penerapannya. Ada pemuka agama yang
ibaratnya menjadi murung. Ia hanya sekedar mencari tempat bertengger saja.
Yaitu pada batang kayu yang baik rimbun, lebat buahnya, kuat batangnya. Untuk
kemuliaan hidup baru. Ada orang yang berkedudukan, ada yang ikut orang kaya.
Akhirnya di masyarakatkan. Ibaratnya seperti sekedar memperoleh kemuliaan
sepele. Jadinya tersesat-sesat. Ada pula yang justru memiliki jalan terpaksa.
Menumpuk kekayaan harta dan istri
banyak. Ada pula yang memilih jalan menguasai putranya. Putra yang bakal
menguasai hak asasi orang per orang. Semuanya ingin mendapatkan yang serba
lebih di dalam memiliki jalan mereka. Kalau demikian halnya, menurut
pendapatku, belumlah mereka disebut pemuka agama yang berserah diri sepenuhnya
kepada Allah, tapi masih berkeinginan pribadi atau berambisi. Agar semua itu
menjunjung harkat dan martabat. Tatanan yang tidak pasti, belum bisa disebut
manusia utama. Yang demikian itu menurut anggapannya dan perasaannya
mendapatkan kebahagiaan, kekayaan dan mengerti hak yang benar. Bila kemudian
tertimpa kedudukan, terlanjur terbiasa. Memilih jalan sembarang tempat, tanpa
mengahasilkan jerih payahnya dan tanpa hasil. Dalam arti mengalami kegagalan
total. Setidak-tidaknya menimbulkan kecurigaan. Apa kebiasaan ketika hidup
didunia. Ketika menghadapi datangnya maut, disitulah biasanya tidak kuat
menerima ajal. Merasa berat meninggalkan kehidupan dunia yang tersangkal lagi.
Pokoknya masih lekat sekali pada kehidupan duniawi. Begitulah beratnya amencari
kemuliaan. Tidak boleh lagi merasa terlekat kepada anak-istri. Pada saat-saat
menghadap ajatnya. Bila salah menjawab pertanyaannya bumi, lebih baik jangan
jadi manusia! Kalau matinya tanpa pertanggungjawaban. Bila kau sudah merasa
hatimu benar. Akan hidup abadi tanpa hisab. Akibatnya, tubuh bumi itu
keterdiamannya tidak membantu. Kesepiannya tidak mencair. Tidak mempedulikan
pembicaraan orang lain yang ditujukan kepadanya. Yaitu bagaimana hilang dan
mati bersama raganya ialah diidamkannya. Sehingga mempertinggi semedinya, untuk
mengejar keberhasilan. Tapi sayang tanpa petunjuk Allah, apalagi hanya semedi
semata. Tidak disertai dukungan ilmu.
Tags
Islam